SBY Musti Berdialog dengan Papua
Do you ever feel like you know just enough about tech to be dangerous? Let's see if we can fill in some of the gaps with the latest info from tech experts.
BANDUNG - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua, Tonny Tesar, berharap Presiden Susilo Bambang (SBY) segera membuka meeting dialog antara masyarakat Papua dengan pemerintah, guna merumuskan berbagai kebijakan pemerintah pusat terhadap Papua dan sekaligus sebagai respon terhadap surat senator Amerika Serikat (AS) yang ditujukan kepada SBY. "Presiden tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk secara langsung membalas surat senator AS itu. Hal terbaik yang mesti dilakukannya adalah membuka dialog secara lebih terbuka dan komprehensif dengan masyarakat Papua," saran Tonny Tesar, di sela-sela Press Gathering DPD, di Bandung, Sabtu (21/11). Menurut Tonny, substansi surat itu sudah jelas, yakni soal ketidakadilan. Demikian juga dengan fakta kasat mata, soal telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap masyarakat Papua, yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen yang dimilikinya, di saat masyarakat Papua mengekspresikan ketidakpuasan terhadap perlakuan pemerintah kepada rakyatnya sendiri. "Mereka itu ditangkap dan bahkan dibunuh, saat menyampaikan ekspresinya. Perilaku ini hendaknya segera dihentikan, karena sudah menjurus ke praktek genosida. Padahal masyarakat Papua itu hanya memperjuangkan ketidakadilan yang mereka terima," tegas Tonny yang juga Ketua Komite IV DPD RI itu. So far, we've uncovered some interesting facts about tech. You may decide that the following information is even more interesting.
Tony lantas mengingatkan, bentuk-bentuk hubungan yang saat ini terjadi antara Papua dengan Jakarta (pemerintah pusat) sudah harus diperbaharui, dengan menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam kerangka NKRI. Tidak seperti sekarang katanya, di mana pemerintah melihat Papua sebagai daerah yang terus-menerus dicurigai dan kekayaan alamnya dikuras, serta masyarakatnya dibiarkan dalam kebodohan yang terstruktural. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendaknya memberikan pencerahan terhadap hubungan Jakarta-Papua. Berbagai kebijakan yang selama ini dirumuskan oleh pembantunya, harus diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Terutama untuk masalah-masalah HAM dan rasa keadilan," pinta Tonny pula. Untuk melakukan itu, lanjutnya, Presiden SBY tidak perlu melibatkan pihak asing, sebagaimana cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan konflik Jakarta-Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jika upaya itu tidak dilakukan, maka menurutnya pihak asing dengan leluasa akan terus melakukan intervensi terhadap Indonesia dengan alasan pelanggaran HAM. Selain itu, pemerintah Indonesia juga disarankan Tonny untuk segera melakukan renegosiasi dengan pihak Freeport, terkait kontrak kerja penambangan di Timika. "Kontrak itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, karena kekayaan alam Timika itu tidak memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk bangsa dan masyarakat Papua. Ketidakadilan itulah yang sesungguhnya diperjuangkan oleh masyarakat Papua, sementara pemerintah justru memahami (perjuangan masyarakat) itu sebagai tindakan melawan hukum," kata Tonny Tesar, pria kelahiran Serui tahun 1958 itu. (fas/JPNN)
Tony lantas mengingatkan, bentuk-bentuk hubungan yang saat ini terjadi antara Papua dengan Jakarta (pemerintah pusat) sudah harus diperbaharui, dengan menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam kerangka NKRI. Tidak seperti sekarang katanya, di mana pemerintah melihat Papua sebagai daerah yang terus-menerus dicurigai dan kekayaan alamnya dikuras, serta masyarakatnya dibiarkan dalam kebodohan yang terstruktural. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendaknya memberikan pencerahan terhadap hubungan Jakarta-Papua. Berbagai kebijakan yang selama ini dirumuskan oleh pembantunya, harus diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Terutama untuk masalah-masalah HAM dan rasa keadilan," pinta Tonny pula. Untuk melakukan itu, lanjutnya, Presiden SBY tidak perlu melibatkan pihak asing, sebagaimana cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan konflik Jakarta-Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jika upaya itu tidak dilakukan, maka menurutnya pihak asing dengan leluasa akan terus melakukan intervensi terhadap Indonesia dengan alasan pelanggaran HAM. Selain itu, pemerintah Indonesia juga disarankan Tonny untuk segera melakukan renegosiasi dengan pihak Freeport, terkait kontrak kerja penambangan di Timika. "Kontrak itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, karena kekayaan alam Timika itu tidak memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk bangsa dan masyarakat Papua. Ketidakadilan itulah yang sesungguhnya diperjuangkan oleh masyarakat Papua, sementara pemerintah justru memahami (perjuangan masyarakat) itu sebagai tindakan melawan hukum," kata Tonny Tesar, pria kelahiran Serui tahun 1958 itu. (fas/JPNN)
0 comments:
Post a Comment