Sunday, November 8, 2009

INTERNATIONAL : Permukiman Yahudi, Itu Batu Sandungan

Anda harus dapat menemukan beberapa fakta yang sangat diperlukan sekitar berita terbaru dalam paragraf berikut. Jika ada sedikitnya satu fakta yang tidak Anda ketahui sebelumnya, bayangkan perbedaan itu bisa membuat.

Oleh MUSTHAFA ABD RAHMAN

Israel dan Palestina sama-sama melakukan pengabaian atau kesalahan sejarah sehingga proses perdamaian menjadi sangat kompleks saat ini.

Bagi Israel, ada dua peristiwa pengabaian. Pertama , ketika Partai Mapai (sekarang Partai Buruh ) mengabaikan imbauan pemimpin partai yang sekaligus Perdana Menteri (PM) Israel saat itu, David Ben Gurion (PM Israel, 1949- 1963), agar mengembalikan tanah dan rumah Palestina di wilayah Palestina pada 1948 (kini wilayah Israel ) yang ditinggal penghuninya karena mengungsi ke negara tetangga di kawasan Arab.

Imbauan PM David Ben Gurion itu seandainya dihormati dan dilaksanakan, niscaya tidak ada isu hak kembali pengungsi Palestina sesuai dengan Resolusi PBB Nomor 194.

Isu pengungsi Palestina kini menjadi isu pelik dalam proses perdamaian. Di samping isu kota Jerusalem, isu itu telah menggagalkan perundingan damai Camp David II, Juli 2000.

Kedua , pemerintah Partai Likud yang berkuasa pada tahun 1977 mengabaikan Konsep Alon tentang pembangunan permukiman Yahudi.

Konsep pembangunan permukiman saat itu yang disebut Konsep Alon merekomendasi - kan pembangunan permukiman di wilayah kosong penduduk Palestina dan memiliki arti strategis secara keamanan, seperti di lembah Jordan, perbukitan Hebron, dan sekitar kota Jerusalem. Konsep Alon diambil dari nama deputi PM Israel pada tahun 1967, yaitu Yigal Alon.

Pemerintah Partai Likud dengan motif politik dan ideologi melancarkan pembangunan permukiman Yahudi secara masif hingga melenceng dari konsep Alon, yakni membangun permukiman di wilayah padat penduduk Palestina, seperti di sekitar Ramallah, Nablus, Hebron, dan Bethlehem.

Pemerintah Partai Likud saat itu seandainya menghormati Konsep Alon, permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur niscaya tidak berjubel seperti saat ini.

Jalannya proses perdamaian pun yang bertumpu pada solusi dua negara bisa jauh lebih mudah diwujudkan di lapangan.

Bagi Palestina, kesalahan sejarah yang dilakukan ketika tidak mensyaratkan pembekuan pembangunan permukiman Yahudi sewaktu menandatangani kesepakatan Oslo 1993. Pascakesepakatan Oslo itu, pemerintah Partai Buruh di bawah kepemimpinan Yitzhak Rabin dan Shimon Peres justru semakin melenggang melakukan pembangunan permukiman Yahudi dengan dalih menghadapi tekanan pertumbuhan penduduk.

Para pemimpin Palestina seandainya mensyaratkan hentinya atau setidaknya pembatasan pembangunan permukiman Yahudi ketika menandatangani kesepakatan Oslo itu, niscaya permukiman Yahudi tidak sepadat sekarang.

Amerika Serikat pun, yang terlibat aktif dalam proses perdamaian Timur Tengah melalui pintu perundingan damai Israel- Mesir di Camp David 1979, kemudian konferensi Madrid pada tahun 1991, dan lalu kesepakatan Oslo tahun 1993, melakukan kesalahan yang sama karena juga mengabaikan isu permukiman Yahudi akibat keberpihakannya kepada Israel.

Presiden AS Barack Obama kini mencoba mengambil pelajaran dari kesalahan AS sebelumnya dan bertekad masuk dalam proses perdamaian melalui isu permukiman Yahudi. Obama pun meminta Israel menghentikan semua jenis pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur, sebagai prasyarat dimulainya lagi perundingan damai.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas segera memanfaatkan kebijakan baru Presiden Obama itu dengan tuntutan serupa.

Namun, semuanya terlambat. PM Israel Benjamin Netanyahu bersikeras menolak permintaan Palestina dan AS itu.

AS akhirnya menyadari harus menghadapi dua pilihan yang sama-sama sulit, yaitu memilih Netanyahu atau Abbas.

AS ternyata memilih Netanyahu dan mengorbankan Abbas, dengan mundur dari persyaratan pembekuan pembangunan permukiman Yahudi itu.

Itulah yang ditunjukkan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dalam lawatannya di Timur Tengah, pekan lalu. Ketika bertemu Netanyahu di Israel, Mahmoud Abbas di Abu Dhabi, para menlu Arab di Maroko, dan Presiden Mubarak di Kairo menegaskan, AS tidak lagi memberi syarat pembekuan permukiman bagi dimulainya lagi perundingan perdamaian.

Sebagian besar informasi ini datang langsung dari kata kunci%% pro. Hati-hati membaca sampai akhir benar-benar menjamin bahwa Anda akan tahu apa yang mereka ketahui.

Abbas kini justru yang paling terjepit akibat perubahan kebijakan AS itu. Abbas yang belum pulih dari guncangan politik akibat penundaan sidang laporan Goldstone pada awal Oktober lalu, kini direpotkan lagi oleh perubahan kebijakan AS itu.

Abbas tak berdaya dan tampak putus asa. Itulah yang melatarbelakangi dia tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada pemilu Palestina 24 Januari 2010. Hal itu dikatakannya dalam sebuah forum pertemuan dengan para pejabat dan tokoh masyarakat Palestina, Kamis (5/11), di Ramallah.

Mungkin masih terlalu dini untuk memastikan apakah Palestina mendatang benar-benar tanpa Abbas? Abbas kemungkinan mengurungkan niatnya itu bisa terjadi dalam dua atau tiga bulan mendatang, atau bahkan pemilu Palestina itu ditunda pelaksanaannya.

Namun, yang pasti, konstelasi politik yang terbangun dari isu permukiman Yahudi tersebut membawa korban kelas berat, yaitu Presiden Mahmoud Abbas .

Jika ditarik ke belakang, misi kaum Zionis membangun permukiman Yahudi itu meraih keberhasilan besar. Misi dasar pembangunan permukiman Yahudi itu, untuk perluasan wilayah negara Israel yang didirikan pada tahun 1948 itu.

Sejak hari pertama berdirinya negara Israel tersebut, Pemerintah Israel menggusur 500 desa Palestina dan menempatkan kaum imigran Yahudi di tanah atau rumah yang ditinggal penghuni warga Palestina yang dipaksa atau terpaksa mengungsi ke negara tetangga di kawasan Arab.

Gelombang kedua perluasan pembangunan permukiman Yahudi terjadi sejak hari pertama pendudukan Israel di Tepi Barat, Jerusalem Timur, dan Jalur Gaza pada tahun 1967.

Para pemimpin Israel amat yakin bahwa masyarakat internasional akan setuju dan mendukung penyerahan wilayah Tepi Barat yang terdapat permukiman Yahudi kepada Israel, seperti halnya mereka sebelumnya juga mendukung menyerahkan wilayah Palestina pada tahun 1948 (sekarang wilayah Israel) yang terdapat permukiman Yahudi kepada Israel.

Misi Israel itu meraih keberhasilan awal ketika Pemimpin Palestina Yasser Arafat dalam konferensi damai Camp David II bulan Juli 2000 untuk pertama kalinya setuju melakukan barter tanah secara adil, yakni wilayah Tepi Barat yang terdapat permukiman Yahudi masuk kedaulatan negara Israel dengan imbalan Israel juga memberi tanahnya kepada Palestina.

Volume pembangunan permukiman Yahudi yang sangat masif itu sesungguhnya mengantarkan terjadinya pertarungan antara kekuatan politik di dalam negeri Israel sendiri.

Kubu kiri, tengah liberal, dan bahkan sejumlah kubu kanan tengah mengkritik tingkat pembangunan permukiman Yahudi yang terlalu masif itu karena dinilai melenceng dari misi awal yang diusung Konsep Alon dan bisa berakibat lahirnya negara Israel apartheid seperti di Afrika Selatan.

Kesadaran akan bahaya membawa Israel menjadi negara apartheid itu dirasakan oleh pemimpin pendukung kuat pembangunan permukiman Yahudi itu sendiri, yaitu mantan PM Ariel Sharon.

Itulah yang membuat Sharon menginstruksikan pasukan Israel mundur secara sepihak dari Jalur Gaza dan membongkar semua permukiman Yahudi di wilayah itu pada tahun 2005.

Bahkan, Sharon, sebelum sakit pendarahan otak, sempat mewacanakan mundur sepihak pula dari Tepi Barat.

Kebijakan Sharon yang kontroversial itu membuat Partai Likud yang dipimpinnya pecah. Sharon kemudian membentuk Partai Kadima.

Namun, Sharon dan Partai Kadima selama berkuasa (2001-2009) praktis tidak memiliki keleluasaan bergerak akibat manuver Likud dan partai kanan lainnya.

Partai Kadima akhirnya harus mengakui kalah dalam pertarungan dengan Partai Likud pada pemilu bulan Februari lalu dan pemimpin Likud Benjamin Netanyahu naik ke tampuk kekuasaan sebagai PM Israel.

Konstelasi politik Israel yang semakin ke kanan itu menjadi surga bagi para penghuni permukiman Yahudi dan sekaligus sebagai batu sandungan bagi proses perdamaian saat ini.

Menurut gerakan Peace Now, Pemerintah Israel selama 40 tahun terakhir ini telah mengeluarkan dana sebanyak 28 miliar dollar AS untuk proyek pembangunan permukiman tersebut.

Kini, sekitar 500.000 warga Israel atau 10 persen penduduk Israel menghuni permukiman Yahudi yang tersebar di seantero Tepi Barat dan belum termasuk penghuni permukiman Yahudi di Jerusalem Timur.

Luangkan waktu untuk mempertimbangkan poin diuraikan di atas. Apa yang Anda pelajari dapat membantu Anda mengatasi keraguan Anda untuk mengambil tindakan.



0 comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails
Backlink Lists|Free Backlinks backlink Free Automatic Link Free Backlink Lists|Free Backlinks