Sunday, November 8, 2009

METROPOLITAN : Kekerasan di Sekitar Kita

Artikel berikut mencakup informasi terkait yang mungkin menyebabkan Anda untuk mempertimbangkan kembali apa yang Anda pikir Anda mengerti. Yang paling penting adalah untuk belajar dengan pikiran yang terbuka dan bersedia untuk merevisi pemahaman Anda jika perlu.

Sepekan terakhir, di sela gencarnya pemberitaan cicak melawan buaya, kekerasan di seputar Ibu Kota terjadi beruntun. Rentetannya diawali tewasnya Febriani Irawan (13), siswi kelas II SMPN 10, Kota Tangerang, warga Kompleks Perumahan Villa Regency, Jatiuwung, Tangerang. Minggu (1/11) sore, Febri tewas dengan luka di leher. Pelaku, yang diduga selingkuhan ibunya, juga memperkosa Febri, dan sebelum kabur sempat membakar rumahnya.

Selasa (3/11), Ade Fauzan Mahfuza, siswa kelas X-2 SMAN 82, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina karena dipukuli puluhan seniornya, siswa kelas XII. Penyebabnya, ada aturan tak tertulis, selain murid paling senior, tak ada yang boleh melewati koridor depan ruang kelas XII. Sampai Sabtu (7/11) Ade masih terbaring di ruang perawatan lantai 3 RSPP, Jakarta. Kepolisian Sektor Metro Kebayoran Baru menyelidiki kasus ini.

Jumat (6/11) malam, tiga orang terluka dalam tawuran berbau etnis. Sekelompok etnis Betawi dan etnis Ambon berantem di depan Mal Kalibata, Jaksel. Menurut Kepala Polres Metro Jaksel Komisaris Besar Gatot Eddy, tawuran itu dipicu perselisihan salah satu anggota dari tiap kelompok tersebut.

Waktu terbaik untuk belajar tentang berita terbaru adalah sebelum Anda berada di tengah-tengah hal. Bijaksana pembaca akan terus membaca untuk mendapatkan yang berharga berita terbaru pengalaman selagi masih gratis.

Kasus kekerasan yang terjadi pada pekan kemarin di Jakarta menambah panjang daftar kekerasan yang sering terjadi di sekitar kita.

Sosiolog Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, mengatakan, kekerasan itu dipicu amarah, unjuk kekuasaan atau kekuatan, kekacauan kondisi sosial, dan motif ekonomi. Namun, Paulus dengan tegas mengatakan, kekerasan tidak melekat pada satu etnis tertentu, melainkan bisa dilakukan oleh setiap orang.

Sistem pendidikan, tatanan sosial yang ada, dan aturan yang terbentuk terkadang membelenggu kita di posisi tertentu. Untuk melepaskannya, ia bisa langsung meluapkan amarah atau mencari teman senasib dan bersama berusaha mengubah keadaan. Lalu, muncullah kelompok atau gank, kata Paulus.

Psikolog Ratna Juwita mengaitkan kekerasan dengan banyak pihak, mulai dari siswa, guru, sekolah, orangtua, dan pemerintah, juga masyarakat sekitar. Pendidikan tidak hanya untuk mengejar nilai tinggi atau agar anak bisa masuk sekolah favorit, tetapi juga untuk mengembangkan nalar berpikir logis.

Pemerintah, menurut Paulus, berkewajiban menciptakan situasi sosial yang kondusif. Bila semua pihak mau, kekerasan bisa dijauhkan dari lingkungan kita. (ARN/NEL/WIN)

Tidak ada salahnya untuk menjadi baik dengan teknologi informasi pada berita terbaru. Bandingkan apa yang telah Anda pelajari di sini untuk artikel masa depan sehingga Anda dapat tetap waspada terhadap perubahan di daerah dari berita terbaru.



0 comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails
Backlink Lists|Free Backlinks backlink Free Automatic Link Free Backlink Lists|Free Backlinks